Mengenalmu
Kali ini, aku tidak akan memberi kalimat-kalimat klise nan (sok) puitis seperti sebelumnya. Hari ini cukup dengan tulisan naratif yang berasal dari hati yang sedang berbicara. Tetap sesuai topik dari blog ini, kan?
Terkadang, tidak mengetahui kebenaran adalah hal yang lebih baik. Terkadang, tidak mengenal terlalu jauh juga menjadi hal yang lebih mengasyikkan. Ah, ini bukan tulisan mengenai patah hati, hanya saja sebuah kebingungan yang susah pula untuk diungkapkan.
Hal yang paling menyenangkan dari sebuah hubungan adalah proses dimana kamu mencoba untuk mencari tahu dan mengenal orang lain lebih dalam lagi. Proses ini ada setelah berkenalan dan beradaptasi namun sebelum mulai terbuka dan saling bertukar pandangan. Paham?
Mengenalmu adalah sebuah kesempatan. Awalnya aku tidak pernah berfikir akan bertemu denganmu. Tentu saja, pertemuan kita dipaksa oleh keadaan, situasi, ruang, dan waktu. Bukan keinginan siapapun. Mengenalmu merupakan sebuah pencerahan yang diberikan Tuhan kepada hambaNya yang menuju desperate karena cinta yang selalu hilang. Kusebut saja sebuah jawaban. Ya, kamu adalah sebuah jawaban.
Berbicara denganmu berawal dari sebuah keterpaksaan. Ya, mengingat kita dipaksa oleh keadaan, ruang, dan waktu. Maka percakapan awal kita bukanlah sebuah perencanaan ataupun keinginan salah satu diantara kita. Alasannya hanya karena kita saling membutuhkan untuk suatu pekerjaan wajib. Satu hal yang kutahu, berbincang denganmu membuatku nyaman. Apakah itu kebiasaanmu? Menatap dalam mata orang yang sedang berbicara denganmu? Kalau iya, bagus, kamu membuat mataku ikut terkunci dalam matamu saat kita berbincang.
Mulai mengerti kebiasaanmu adalah sebuah kebetulan. Aku tidak menanyakan setiap detail kehidupanmu. Aku juga tidak pernah bermaksud untuk menggali informasi apapun darimu. Hanya saja orang lain yang melalukannya, dan tanpa sengaja aku berada pada dimensi yang sama (ingat, keterpaksaan ruang dan waktu). Tunggu, kurasa aku mulai menyukai fakta-fakta tentangmu. Aku sangat familiar dengan setiap kebiasaanmu. Kamu mirip orang-orang terdekatku yang lainnya. Ya, aku nyaman mendengarkanmu mulai bercerita mengenai dirimu. Aku senang mendengarkan candamu. Aku terpana melihat pandangan dan persepsimu. Aku gemas mendengar canda dan tawamu.
Berkomunikasi denganmu adalah sebuah keberuntungan. Walaupun itu hanya sebuah pembahasan mengenai pekerjaan kita. Ataupun hanya sekadar menyapa dan bercanda. Berkomunikasi secara langsung maupun melalui media sosial mulai lebih intens, ya..kembali lagi, walaupun komunikasi ini bertujuan pada suatu pekerjaan yang dipaksakan. Balasanmu pada chat-ku juga tidak cepat, bahkan dapat dikatakan sangat lama. Tak apa, setidaknya lebih cepat dari JNE ataupun Kantor Pos.
Terakhir, yang terdalam, yang terbaik, bahkan yang terburuk. Bertukar pikiran, bertukar pandangan, berbincang, bernyanyi, bersentuhan denganmu adalah sebuah kesalahan. Aku mulai salah dengan semua harapan ini. Banyak yang telah kita lalui, walaupun semua ini hanyalah sebuah kebetulan, hanyalah sebuah situasi yang dipaksakan, namun aku beruntung mengenalmu. Aku merasa bahagia setiap mendengar tawamu. Aku merasa sangat spesial ketika kamu berbagi cerita dan permasalahanmu. Aku juga merasa sangat bodoh ketika tahu bahwa bukan aku saja tempat berbagimu. Aku merasa gila karena senyum-senyum sendiri saat kamu mencariku. Aku juga merasa sangat gila ketika mengetahui bahwa aku tetaplah bukan orang pertama yang kamu cari.
Mengenalmu terkadang menjadi sebuah kesalahan. Aku berharap banyak padamu. Aku memperhatikan setiap detail mengenaimu. Aku mencoba memahami setiap sikap dan kebiasaanmu. Aku mencoba mengerti keinginanmu untuk merasakan kebebasan masa mudamu. Aku menerima setiap kelemahan dan kekuranganmu. Aku rela menjadi tempat pelampiasan dan pelarianmu dalam kesedihan, kebingungan, keinginanmu akan dunia ini. Aku membuka kembali hati kecil yang telah aku tutup selama empat tahun terakhir. Sebelummu memang ada beberapa yang menarik perhatianku, tapi tidak sampai tahap ini.
Ya, mengenalmu adalah sebuah kesempatan. Kesempatan untuk belajar lagi walaupun dengan kasus yang sama dengan yang sebelum-sebelumnya. Kesempatan untuk menjadi kuat dan tegar. Kesempatan untuk mencari pengalaman baru. Kesempatan untuk tertawa bahagia dengan segala bunga dan kupu-kupu yang menari di dalam perut. Kesempatan untuk mengeluarkan air mata.
Aku tidak ingin menjadi pelarianmu lagi. Aku tidak ingin menjadi snacks yang hanya kamu cari ketika kamu tidak memiliki main course. Andai aku mampu melakukannya, namun aku tidak ingin melepasmu. Kamu tetap membutuhkan tempat untuk mendengarkan keluhanmu, kan? Kamu tetap membutuhkan orang untuk bersandar, kan? Kamu tetap membutuhkan teman untuk menemanimu, kan? Kita hanya butuh waktu untuk lebih mengenal. Kita hanya membutuhkan kesempatan lain untuk lebih memahami.
Oh, satu hal lagi. Aku merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu, setelah keterpaksaan ruang dan waktu itu berakhir. Sudah jarang kita berbicang. Sudah jarang aku mendengar suaramu baik secara langsung atau melalui telepon. Aku merindukanmu. Sangat. Aku merindukan tanganmu yang menggenggam erat tanganku yang entah apa maknanya. Aku merindukan pelukanmu yang (mungkin) hanya bermaksud untuk mencari kehangatan. Terserah apa tujuan dibalik itu semua, intinya, aku rindu.
Oh, satu hal lagi. Aku merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu, setelah keterpaksaan ruang dan waktu itu berakhir. Sudah jarang kita berbicang. Sudah jarang aku mendengar suaramu baik secara langsung atau melalui telepon. Aku merindukanmu. Sangat. Aku merindukan tanganmu yang menggenggam erat tanganku yang entah apa maknanya. Aku merindukan pelukanmu yang (mungkin) hanya bermaksud untuk mencari kehangatan. Terserah apa tujuan dibalik itu semua, intinya, aku rindu.
Comments
Post a Comment